mJHEzxukdj31fhzMIHmiGai4Yfakiv2Yjgl83GlR
Bookmark

Napak Tilas Sang Revolusioner

Oleh: Salma Arobiya

Arusgiri.com-Raden Ajeng Kartini, atau lebih dikenal dengan sebutan R.A. Kartini merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara setelah Kartini lahir. Sebagai seorang putri bangsawan, Kartini berkesempatan memperoleh pendidikan. Ayahnya kemudian menyekolahkan Kartini kecil di ELS (Europese Lagere School). Disinilah Kartini kemudian belajar bahasa Belanda yang dapat dimanfaatkannya untuk menuliskan pemikiran tentang emansipasi wanita. 

Namun diumurnya yang ke-12 tahun, Kartini berhenti sekolah sebab menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk dipingit. Ia juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika dijodohkan dengan seorang lelaki pilihan orangtuanya, Raden Adipati Joyodiningrat yang saat itu berusia 24 tahun. Raden Adipati Joyodiningrat sendiri merupakan seorang bangsawan sekaligus Bupati Rembang yang telah memiliki tiga orang istri.

Meskipun begitu, Kartini tetap aktif dalam melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. Kefasihannya dalam berbahasa Belanda ketika bersekolah dulu menjadi bekal baginya untuk dapat berkomunikasi dan menjalin relasi. Kartini pun mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa. Pola pikir ya ia dapatkan setelah membaca balasan surat dari teman Belandanya dan  yang ia baca dari surat kabar, majalah, serta buku-buku yang berbahasa Belanda. 

Hingga kemudian ia berpikir untuk memajukan pemikiran perempuan pribumi yang pada waktu itu masih jauh tertinggal kedudukan serta status sosialnya. Status sosial yang menyebabkan perempuan-perempuan kala itu tidak dapat bersekolah dan bekerja layaknya perempuan sekarang ini, namun hanya berdiam diri di dalam rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 

Kartini pun banyak membaca majalah maupun roman-roman yang beraliran feminis yang semakin membuka cakrawala pemikirannya. Ketertarikannya dalam membaca kemudian membuat beliau memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Beliau juga memberi perhatian khusus pada masalah emansipasi wanita Indonesia yang masih sangat tertinggal jika dibandingkan dengan wanita Eropa.

Tak sampai disitu saja, Kartini juga berhasil mematahkan pemikiran patriarki yang sangat mendominasi kala itu. Patriarki merupakan sistem pengelompokan masyarakat sosial yang mementingkan garis keturunan laki-laki dan menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Padahal patriarki sendiri sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. 

Kartini juga menyinggung tentang agama, misalnya ia mempertanyakan mengapa laki-laki dapat berpoligami, dan mengapa kitab suci itu harus dibaca dan dihafal tanpa perlu kewajiban untuk memahaminya. Pernyataan Kartini tersebut dicap sebagai hal yang menyimpang dan menyalahi kebenaran umum.

Hal tersebut tidak menyurutkan semangat Kartini. Stigma negatif yang didapat dijadikan pemicu untuk mewujudkan emansipasi wanita dan perbaikan pendidikan yang selama ini dianggap benar. Cita-cita luhur Kartini adalah ingin melihat perempuan pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti sekarang. Gagasan mengenai persamaan hak wanita pribumi merupakan perubahan yang akan mengubah pandangan masyarakat. Selain itu Kartini juga gencar menyebarkan tulisan-tulisannya yang berisi tentang Ketuhanan, kebijaksanaan, keindahan, keadilan, dan nasionalisme. Berkat dukungan dari suaminya, Kartini diberi kebebasan untuk memberi pendidikan dan ilmu pengetahuan kepada perempuan-perempuan yang berada di sekitar lingkungannnya. 

Beruntungnya Kartini, suaminya ternyata mendukung berbagai ide dan cita-cita untuk meningkatkan derajat dan martabat kaum wanita kala itu. Salah satu perjuangannya yang dapat direalisasikan untuk mewujudkan cita-cita wanita pada masa itu adalah berdirinya sekolah wanita yang bernama “Sekolah Kartini.” Sekolah itu adalah hasil kerja kerasnya untuk memajukan wanita Indonesia. Kemajuan berpikir wanita Belanda saat itu menjadi inspirasi kuat bagi Kartini untuk mengubah kultur  “wanita terbelakang” menjadi  “wanita maju” bagi seluruh kaum wanita di Indonesia.

Usaha keras dan gigih yang dilakukan Kartini akhirnya berbuah manis. Stigma negatif dan penyimpangan sosial yang dilakukannya dapat dipatahkan. Perempuan-perempuan Indonesia menjadi sadar akan pentingnya pendidikan dan pentingnya emansipasi wanita. Berkat perjuangan dan kesadaran masyarakat, pada tahun 1912 berdirilah Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, serta daerah-daerah lainnya. Sekolah tersebut kemudian diberi nama “Sekoah Kartini” untuk menghormati jasa-jasanya atas hasil kerja kerasnya untuk memajukan wanita Indonesia. 

Namun diusianya yang masih sangat muda, yakni 24 tahun, Kartini meninggal. Kartini wafat pada tanggal 17 September 1904, beberapa hari setelah ia melahirkan anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Beliau kemudian dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.

The last but not the least. Berbagai karya mengenai dirinya terus bermunculan melalui zaman ke zaman. Seraya itu, citra, representasi dan teladannya merambah dan menyebar, baik secara diakronis melintasi waktu maupun sinkronis dalam radiasi geografis. Untuk itu, Ibu Kartini merupakan bagian dari warisan dunia yang pernah dilahirkan di bumi Indonesia terutama berkenan dengan gagasan, pemikiran, cita-cita dan semangat perjuangan emansipas wanitai yang tidak hanya bersifat dan berdimensi universal, tetapi juga global. 

Untuk kita sebagai perempuan milenial harus meniti mimpi dan meneruskan perjuangan RA. Kartini masa kini, dengan cara terus mengapai cita-cita setinggi mungkin dengan terus belajar, memperluas wawasan, tekun, berkarya dan kuat serta bersemangat. Lakukan yang terbaik dan melakukan hal positif. Bagaimanapun keadaan kita. Perempuan Indonesia, teruslah semangat meneruskan jejak mimpi Kartini. Kita harus terus semangat dan gigih dalam mencapai cita-cita tetapi juga jangan melupakan kodrat kita sebagai perempuan.
Posting Komentar

Posting Komentar