mJHEzxukdj31fhzMIHmiGai4Yfakiv2Yjgl83GlR
Bookmark

Suarakan Kritik Sosial, LPM Arusgiri Bawakan 'Penjual Dogma' di PKKMB Unugiri

Arusgiri.com, Bojonegoro – Terik matahari tak mampu meredam semangat ribuan mahasiswa baru yang memadati Lapangan Utara Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro (Unugiri) pada Kamis, (28/08) dalam acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) hari ketiga. 

PKKMB sendiri merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan untuk membantu mahasiswa baru mengenal lingkungan kampus, organisasi, hingga potensi yang bisa dikembangkan selama masa studi. Sebelumnya, acara dibuka dengan Talkshow Inspiratif berjudul Start Now! Menjadi Entrepreneur Muda di Era Digital dengan narasumber wirausahawan muda dan konten kreator, Danang Giri Sadewa. Talkshow ini membuka wawasan mahasiswa baru mengenai peluang dan tantangan berwirausaha di era digital yang semakin berkembang pesat.

Salah satu mahasiswa baru sedang mengunjungi stand UKM LPM Arusgiri

Di tengah panasnya terik matahari, sebanyak 1.677 mahasiswa baru antusias mengunjungi berbagai stand Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Beberapa dari mereka juga tampak serius menyimak penampilan dari berbagai UKM yang tengah berlangsung di panggung utama, salah satunya adalah penampilan dari UKM Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Arusgiri yang menampilkan pembacaan puisi karya Siti Nur Mukaromatun Nisa.

Siti Nur Mukaromatun Nisa saat membaca puisi 'Penjual Dogma' di PKKMB Unugiri

Di Huma surga aku dilahirkan

Katanya 

Batu kayu ditambang

Yang tumbang nalar pikirnya

Sumur migas berlimbah gamis


Ayat suci ditulis dengan darah

Pada dinding kepala tak bersalah

Bapakku mengacungkan tongkat

Berseru atas nama Tuhan

Dibelahnya dada-dada itu


Ibuku yang malang

Menjahit bibir-bibir satir

Seperti menjahit bendera pusaka

Pelan, tajam, dan khidmat


Aku menangis kencang

Asi... Asi... Asi...

Aku menelan 20 juta jejalan Bapak

Sungguh nikmat

Hahaha hahaha hahaha

 

Demi nama Tuhan

Aku mati

Meninum darah saudaraku sendiri


Puisi yang berjudul 'Penjual Dogma' ini merupakan sebuah karya yang sarat kritik sosial dan refleksi mendalam tentang realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang sering kali diwarnai oleh konflik kepentingan atas nama agama. Siti Nur Mukaromatun Nisa, penulis sekaligus pembaca puisi, mengungkapkan bahwa puisi ini awalnya dibuat dengan bahasa yang sangat langsung seperti orasi, namun kemudian disederhanakan.

“Awalnya puisi ini terlalu gamblang seperti orasi. Judul awalnya adalah 'Bapakku Penjual Agama' lalu berubah menjadi 'Penjual Dogma'. Puisi ini menceritakan bagaimana ada pihak yang menggunakan nama Tuhan untuk meraup keuntungan besar tanpa memikirkan kerusakan dan penderitaan yang ditimbulkan,” jelas Nisa dengan penuh semangat.

Puisi ini menjadi cermin tajam yang merefleksikan realitas pahit di mana banyak pihak yang menyalahgunakan ajaran agama sebagai kedok untuk melakukan tindakan kejahatan, mulai dari kekerasan terhadap aktivis hingga eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan kemanusiaan. Dengan dikemas dalam bentuk yang lebih puitis, pesan yang disampaikan menjadi lebih menyentuh hati dan menggugah kesadaran para penonton.

Salah satu bait yang paling menggetarkan menyampaikan gambaran tragis tentang bagaimana ‘si Aku’ dalam puisi harus ‘menelan 20 juta jejalan Bapak’, sebuah simbolisasi dari penderitaan yang terjadi akibat ulah bapaknya yang serakah dan kejam.

Reaksi penonton sangat positif dan penuh rasa kagum. Lailatul Nadia, anggota Sie Humas, merasa tersentuh dengan isi puisi yang dibacakan. 

“Saat menyaksikan pembacaan puisi dari Kak Nisa, saya benar-benar terbawa perasaan. Ekspresi dan intonasinya begitu mendalam sehingga membuat saya dan penonton lainnya dapat merasakan betapa berat dan memilukan isi puisi tersebut,” ungkapnya.

Meysa Afriska Dewi, anggota LPM Arusgiri yang juga hadir dalam acara tersebut mengaku terkesan, pembawaan Nisa dalam menyampaikan isi puisinya sungguh baik.

“Makna puisinya sangat dalam, menggambarkan penderitaan dan kekejaman yang dialami ‘si Aku’ akibat perbuatan bapaknya. Intonasi dan gerak-gerik Kak Nisa saat membawakan puisi sangat menggugah,” pungkasnya.

Penampilan ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga sebagai bentuk pengingat dan ajakan untuk mahasiswa baru agar lebih peka terhadap kondisi sosial, berani berpikir kritis, dan berani menyuarakan kebenaran.

Posting Komentar

Posting Komentar