mJHEzxukdj31fhzMIHmiGai4Yfakiv2Yjgl83GlR
Bookmark

Makan Bergizi Gratis, Program Gratis yang Tidak Benar-benar Gratis

Di dunia ini, yang serba gratis itu hanya dari Tuhan. Selain itu jangan percaya, sebab tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini. 

Semua orang tentu tahu program pemerintah Indonesia yang baru lahir, yaitu Makan Siang Gratis atau disebut Makan Bergizi Gratis (MBG). Tujuan gebrakan ini baik, yaitu untuk mengatasi malnutrisi dan stunting serta memperkuat ekonomi lokal.

Baru berjalan kurang lebih sebulan, program MBG menuai banyak kritikan sebab makanan yang disajikan begini, begini dan begitu. Tapi penulis tidak akan membahas itu. Lebih ingin membahas banyaknya kegaduhan di masyarakat saat ini sebab adanya efisiensi anggaran dan isu gelombang PHK besar-besaran. Udah gaji nggak seberapa, ketar-ketir kena PHK, lapangan kerja semakin menyempit adanya. Di tengah kegaduhan eh ada yang dilantik lagi jadi Stafsus. Tak heran jika di media sosial ramai tagar #KABURAJADULU. Rakyat sepertinya sudah muak dijadikan boneka dan sumber dana segelintir manusia. 

Oke, memang ada baiknya kalau ada efisiensi anggaran, tapi arahnya harus jelas. Rakyat harus tahu. Nahasnya, kabar yang beredar di masyarakat justru pemangkasan anggaran tersebut akan dialihkan untuk program MBG. Masak anaknya dikasih makan, tapi sumber nafkahnya dijadikan pengangguran? Kan nggak lucu. 

Penulis langsung teringat sebuah ungkapan "No free lunch" (tidak ada makan siang yang gratis), yang sering dikatakan oleh Milton Friedman, ekonom Barat. Ungkapan tersebut sangat populer sebagai idiom ekonomi di Barat bahkan masih relate hingga saat ini. Eh, kok to the point begini? Tenang-tenang, tarik nafas, hembuskan. Jangan tersinggung dulu. 

Sejarah ungkapan "No free lunch" bermula dari strategi marketing banyak bar di Amerika Serikat. Melansir dari Tempo yang mengutip laporan New York Times, pada tahun 1872, makan siang gratis digunakan untuk menarik pelanggan pada banyak bar, di Crescent City, New Orleans, Amerika Serikat. Jadi, pihak bar benar-benar menawarkan makan siang gratis. Tetapi jika ingin minum, mereka harus bayar. 

Pemilik bar sengaja menawarkan makan siang gratis, yang mana biaya makanan tersebut ditanggung dari pembelian minuman. Jadi meskipun tampak gratis, sebenarnya pelanggan tetap membayar. Namanya juga strategi marketing. 

Lantas, bagaimana kalau ternyata pelanggan hanya berniat makan gratis dan tidak membeli minum? Katanya sih pemilik bar sengaja membuat makanannya tinggi garam, sehingga mau tak mau pelanggan tetap membeli minum. Bahkan membeli minum tambahan. Jadi meskipun makanannya digratiskan, tetapi tetap “Tidak ada makan siang yang gratis”.

Kalau dipikir memang kenyataannya begitu, tidak ada yang benar-benar gratis, termasuk program Makan Bergizi Gratis. Jika ada yang gratis pasti akan ada hal lain yang ditumbalkan untuk membayar kata "gratis" itu. Nah, apakah benar adanya efisiensi anggaran ini akan digelontorkan untuk program MBG? Saat ini, rakyat khawatir, takut, gaduh dan pemerintah tak kunjung memberi penjelasan. Efisiensi anggaran ini semakin jadi sorotan, ya wajar karena memang belum ada kejelasan.

Seharusnya, sebelum menjalankan program baru seperti MBG, pemerintah wajib melakukan perencanaan yang matang dari segala sisi. Melihat hal ini, sepertinya MBG perlu dikaji ulang dan tak perlu dipaksakan. Istilahnya, bergayalah sesuai isi dompetmu, nabung aja dulu. Jangan asal memaksakan program tapi malah banyak yang ditumbalkan. Jangan buru-buru eksekusi hanya karena fokus tujuan baiknya. Lah dampaknya bagaimana? Kalian buat program, tapi kalau ada imbas buruknya kan lagi-lagi rakyat yang kena, lagi-lagi rakyat yang jadi sasaran uji coba.

Buat rakyat, ayolah jangan terlalu percaya dan mudah terlena dengan istilah gratis. Seperti yang penulis katakan di awal, di dunia ini, yang serba gratis itu hanya dari Tuhan. Selain itu jangan percaya, sebab tidak ada yang benar-benar gratis, pasti ada pihak lain yang harus membayar. 


*Mahasiswi Prodi Bahasa dan Sastra Arab Semester 6

0

Posting Komentar