![]() |
| Doc. Ilustrasi data pribadi |
Arusgiri.com- Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan peretasan Pusat Data Nasional (PDN) oleh hacker yang mengklaim diri dengan sebutan 'Brain Cipher'. Mengutip laman Kominfo (22/6), pasal 27 Perpres SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) menyebut Pusat Data adalah fasilitas yang digunakan untuk penempatan sistem elektronik dan komponen terkait lainnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, pengolahan, dan pemulihan data. Dalam laman Kumparan (20/6) menyebutkan, kebocoran data PDN merupakan tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
PDN adalah data yang berisi informasi seseorang mulai dari tanggal lahir, tempat tinggal, serta data pekerjaan. Data itu seharusnya menjadi tanggung jawab besar pemerintah untuk melakukan perlindungan dari ancaman pihak tidak bertanggung jawab. Namun, hal ini bisa dikatakan 'sering' terjadi mengingat belum lama kita dihebohkan dengan sosok 'Bjorka' yang menjual 1,3 Miliar data pribadi secara ilegal di situs Breach Forum. Data tersebut memuat informasi dari pengguna meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), operator provider, hingga tanggal registrasinya. Bjorka selaku penjual turut memajang logo Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang disinyalir sebagai sumber data tersebut diperoleh.
Menkominfo Tidak Kompeten dalam Bidangnya
Rentetan kejahatan cyber menyulut aksi protes di media sosial yang meminta Budi Arie selaku Menkominfo untuk mundur dari jabatannya mengingat respon yang diberikan dalam menghadapi kasus ini tidak profesional. Dikutip dari Kompas (30/6), menteri yang sebelumnya merupakan Ketua Projo tersebut justru masih bersyukur karena yang melakukan peretasan bukanlah sebuah negara, melainkan non-state actor dengan motif ekonomi. Menurut hemat penulis, respon semacam ini tentu tidak bisa dibenarkan karena sebagai sebuah institusi resmi pemerintah, Menkominfo harusnya bisa melakukan pencegahan sedini mungkin terkait ancaman peretasan data masyarakat Indonesia.
Mundur periode sebelumnya, Menkominfo dijabat oleh Jhony G. Plate (2019-2023) yang juga bukanlah orang dengan latar belakang Informatika. Menteri yang menjadi tersangka kasus korupsi proyek penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G tersebut merupakan orang yang malang melintang dalam dunia bisnis dan politik. Tercatat, ia pernah menjadi Komisaris PT. Air Asia dan menjabat Sekretaris Jenderal Partai Nasdem. Lagi dan lagi, orang yang menduduki kursi Menkominfo bukanlah orang yang berkompeten dalam bidangnya. Lalu bagaimana ia bisa mengatasi masalah—peretasan data—jika ia sendiri bukan ahlinya?
Dari rentang tahun 2001 hingga sekarang, jajaran nama yang pernah mengisi jabatan Menkominfo ada 7 (tujuh) orang dan hanya 2 (dua) orang saja yang memang mempunyai latar belakang yang linear dengan kementerian yang dipegang.
Pertama, Tifatul Sembiring (2009-2014) yang merupakan Sarjana Komputer dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer Jakarta. Berkatnya, 72.000 desa berhasil terhubung dengan sambungan telepon hingga wilayah jangkauan komunikasi seluler di Indonesia mencapai 95%.
Kedua, Rudiantara (2014-2019) yang merupakan seorang profesional dalam bidang telekomunikasi. Sebelum menjadi menteri, ia telah bekerja di Indosat selama 10 (sepuluh) tahun dengan salah satu jabatan sebagai General Manager Business Development.
Data Pribadi Tak Lebih Mahal dari Bungkus Nasi
Menjadi salah satu negara yang terpadat penduduk di dunia, tentu berimbas pada banyaknya jumlah pengangguran di Indonesia. Semakin sulit pula ketika 'Ijazah setara SMA' menjadi bekal wajib para pelamar, meskipun hanya apply untuk jaga toko misalnya.
Ijazah, Fotocopy KK serta KTP adalah hal wajib yang ada dalam Curriculum Vitae (CV) bagi pelamar pekerjaan. Tak jarang, masih dijumpai Human Resource Development (HRD) mewajibkan adanya lampiran hard file ketiga berkas tersebut, meskipun sebelumnya sudah dikirimkan soft file lewat email.
Ketika sebuah perusahaan membuka rekrutmen untuk 50 pekerja baru, dan yang melamar adalah 100 orang, maka ada 50 orang yang tersingkir beserta berkasnya. Lalu apakah data tersebut akan tetap disimpan oleh perusahaan mengingat hard file membutuhkan ruang yang tidak kecil?
Santer di Twitter seseorang yang mengunggah potret fotocopy dijadikan bungkus nasi. Akun dengan username @faizaufi tersebut menyindir soal bagaimana data pribadi masyarakat Indonesia sangat mudah tersebar. Tidak perlu jasa peretas, cukup dengan beli 'Nasi Kucing'.
Bocornya data pribadi di Indonesia rasanya sudah menjadi berita bulanan yang menghiasi layar kaca. Rasa takut dan khawatir pun kian pudar setelah si empu paling bertanggung jawab atas permasalahan justru lempar batu sembunyi tangan. Akhirnya data yang sebelumnya konsumsi pribadi menjadi tidak lagi privasi.
*Penulis adalah PU LPM Spektrum Unugiri




Posting Komentar