mJHEzxukdj31fhzMIHmiGai4Yfakiv2Yjgl83GlR
Bookmark

Kompak! Pers Mahasiswa Seluruh Indonesia Meminta Adanya Payung Hukum ke Dewan Pers

Seminar Nasional Resolusi Payung Hukum Persma pada Kongres XVII PPMI nasional yang berlangsung di Aula FISIP UNS, Senin (22/5). Andreas Harsono (nomor dua dari kanan) turut menyoroti kasus represi yang dialami Persma sekaligus mendukung adanya payung hukum Persma yang komprehensif.

arusgiri.comLPM Spektrum - Pers mahasiswa seluruh Indonesia kompak satukan suara serukan adanya payung hukum bagi pers mahasiswa kepada dewan pers. 

Hal tersebut diucapkan serentak di seminar nasional Resolusi Payung Hukum Persma dengan tema "Perkuat Militansi Percepat Regulasi" pada Kongres Nasional XVII Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia(PPMI). Bertempat di Aula FISIP UNS pada Senin, (22/5/2023.)

Adil Al Hasan salah satu narasumber dalam seminar tersebut mengatakan, berdasarkan data Litbang PPMI Nasional jumlah kasus represi yang dialami pers mahasiswa meningkat. Pada periode 2017/2019 terdapat 58 kasus. Sedangkan di periode selanjutnya yaitu 2020/2021 naik menjadi 185 kasus. Atas dasar inilah pers mahasiswa harus mendapatkan perlindungan payung hukum.

Represi yang diterima Persma ini kompleks. Tak hanya setelah selesai liputan atau berita itu rilis. Namun sebelum liputan pers mahasiswa sudah mengalami.

"Misal mereka dilarang mengangkat isu-isu tertentu. Saat sedang liputan pun sering dipersulit ketika wawancara, hingga ancaman penurunan berita dan pembredelan," ucapnya.

Adapun pelaku represi Persma yang paling tinggi dilakukan oleh pihak kampus itu sendiri. Entah dari organisasi mahasiswa, ataupun rektorat. Macam-macam.

Maka dari itu, ia meminta kawan-kawan yang hadir di kongres hari ini untuk menyuarakan perlindungan hukum bagi pers mahasiswa. Sekaligus mengupayakan sebisa-bisanya kepada dewan pers yang akan hadir pada besok hari Selasa, 23/5/2023 di UNS.

"Kita minta perlindungan yang sifatnya setara dengan media arus utama. Bukan hanya perlindungan ketika sudah dibredel. Paling tidak besok harus ada goalnya. Kita adakan MOU agar dewan pers ini bisa segera menindaklanjuti kepada Kemdikbudristek, kementerian agama dan pihak kepolisian. Karena selama ini persma masih mengambang terutama di sistem birokrasi," serunya.

Meski demikian, BP Advokasi PPMI Nasional ini juga menyebutkan alasan mengapa Persma kerap kali direpresi. Ini sekaligus menjadi refleksi bersama. Hal tersebut terjadi di antaranya karena belum adanya perlindungan yang komprehensif, lalai pada kode etik, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Persma, hingga belum adanya mitigasi resiko.

Sementara itu, Andreas Harsono dari Human Right Watch menyayangkan kasus tindakan represi Persma yang paling tinggi sering dilakukan justru dari kampusnya sendiri. Menurutnya, hal tersebut dampaknya akan luar biasa. Yakni bisa membuat mahasiswa takut menulis. Andreas juga berpendapat bahwa semakin bermutu jurnalisme kampus, maka makin bermutu pula kampusnya.

" Saya marah sekali ketika mendengar kalau ada Persma yang dibredel. Kalau kampus melakukan demikian yang rusak itu kampusnya. Bukan LPM nya," ungkapnya saat seminar berlangsung.

Penulis buku Agama Saya adalah Jurnalisme ini turut mendukung Pers Mahasiswa mendesak dewan pers terkait adanya payung hukum Persma.

"Persma harus punya payung hukum yang komprehensif." Tegasnya.

Penulis: Listiowati

Foto: Listiowati

Editor: M. Taufik Naufal 

Posting Komentar

Posting Komentar