Buku ini saya dapatkan pada bulan Maret 2022 dan sebenarnya saya sudah menyelesaikan buku ini (tidak seutuhnya) pada bulan April 2022. Hal yang membuat saya terkesan dari buku Filosofi Teras ini adalah ketika saya menyadari bahwa filosofi teras atau stosisime adalah sebuah ilmu filsafat praktis yang dapat digunakan sebagai jalan hidup.
Ketika Henry Manampiring menulis buku ini, beberapa waktu sebelumnya ia menderita Major Depressive Disorder yang dalam tata bahasa Indonesia disebut sebagai depresi. Ketika mengalami gangguan kesehatan jiwa tersebut, ia menyadari bahwa hal-hal yang terkait dengan kesehatan jiwa kurang mendapat perhatian dan belum menjadi kesadaran di masyarakat Indonesia.
Dalam kondisi demikian, ia menjalani terapi untuk pemulihan dengan obat-obatan. Tak disangka, dalam proses penyembuhannya ia menemukan sebuah buku berjudul How to Be a Stoic karya Massimo Pogluicci. Buku itu dianggap sebagai obat terapi yang bisa digunakan seumur hidup olehnya. Buku itu membantunya menjalani proses penyembuhan menjadi lebih cepat. Buku tersebutlah yang menginspirasinya untuk menulis buku Filosofi Teras yang kemudian mendapat penghargaan Book of the Year di Pameran Buku Internasional 2019.
Saya adalah Orang yang Overthingking
Pada pembukaan buku, Penulis Filosofi Teras menjelaskan bahwa dirinya adalah orang yang overthingking. perilaku tersebut (overthingking), sama seperti saya. Apalagi tentang hubungan saya dengan doi. Mudah sekali saya tersinggung dengan hal-hal yang doi lakukan. Contohnya bisa pembaca dan teman-teman lihat sendiri di media sosial, tentang apa dan bagaimana seorang pria mengalami overthinking karena wanita.
Hal pertama yang saya pelajari dari buku Filosofi Teras ini adalah bahwa dia adalah hal-hal yang berada di luar kendali saya. Saya tidak bisa mengaturnya atau bahkan mengubahnya menjadi apa yang saya inginkan.
Dalam stoisisme terdapat yang namanya 'Dikotomi Kendali'.
"Some things are up to us, some things are not up to us." - Epictetus (Enchiridion).
"Ada hal yang berada di bawah kendali kita, ada hal-hal yang tidak berada di bawah kendali kita (bergantung pada kita."
Dikotomi kendali ini adalah sebuah prinsip fundamental dalam stoisisme. Dalam filsafat stoisisme, terdapat hal-hal yang berada di bawah kendali kita dan tidak berada di bawah kendali kita. Tidak saja pada overthingking pada wanita, prinsip ini juga bisa mengobati overthingking terhadap hal-hal yang menjadi tekanan pada saya, seperti rekan kerja yang menjengkelkan dan tugas-tugas kuliah yang datang silih berganti.
Ketika menghadapi kondisi tersebut, stoisisme menyadarkan saya kalau hal-hal tersebut dapat menjadi beban masalah bagi saya jika saya menganggap mereka menjadi masalah. Saya sadar ketika memikirkan hal-hal seperti di atas secara berlebihan tidak membuat masalah itu selesai, bahkan semakin membuat saya menjadi stress. Menyadari dikotomi kendali sangat berpengaruh pada cara berpikir saya membuat saya semakin ingin banyak mempelajari stoisisme.
Hal lain yang saya pelajari dari buku Filosofi Teras hidup adalah pemahaman tentang 'bahagia adalah dikala manusia terbebas dari segala emosi negatif atau segala perasaan yang mengganggu'. Dalam stoisisme emosi negatif diartikan sebagai cita-cita yang eksesif, misalnya menghendaki sesuatu yang tidak masuk akal seperti ingin tidak tua. Contoh lainya adalah penggunaan kata seandainya (penyesalan), "seandainya kemarin tidak seperti itu...". Itu menjadi bagian dari emosi negatif yang mengganggu perasaan.
Saya kira cukup itu yang bisa saya berikan dari hal-hal yang saya dapatkan dari buku Filosofi Teras. Bila kamu ingin belajar tentang bagaimana stoisisme, ada banyak jenis buku yang kini terpampang di toko buku. Saya kira ini adalah dampak dari Filosofi Teras karya Henry Manampiring yang membuat banyak pembaca mengubah persepsinya terdahap pikiran dan masalah yang dihadapi.
Teks/Editor: MT. Naufal
Gambar/Ilustrasi: Gramedia.com



Posting Komentar